Laman

Jumat, 17 Juni 2011

WISATA ADAT MASJID JAMI


Selayang Pandang
Konon, sebelum Habib Husein Alkadri bertolak dari Hadramaut, Yaman Selatan, menuju kawasan timur, gurunya berwasiat supaya mencari permukiman yang berada di pinggir sungai yang masih ditumbuhi pepohonan hijau. Ketika diangkat menjadi hakim agama Kerajaan Matan dan Kerajaan Mempawah, beliau pun meminta kepada kedua sultan dari kerajaan-kerajaan tersebut untuk dibuatkan sebuah permukiman seperti yang diwasiatkan gurunya.
Pada tahun 1770 M, Habib Husein Alkadri wafat di Kerajaan Mempawah. Tiga bulan kemudian, anak beliau yang bernama Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya, sepakat untuk meninggalkan Kerajaan Mempawah dan mencari daerah permukiman baru. Pada tanggal 23 Oktober 1771 M (24 Rajab 1181 H), rombongan Syarif Abdurrahman menemukan lokasi yang sesuai di delta Sungai Kapuas Kecil, Sungai Landak, dan Sungai Kapuas. Setelah delapan hari bekerja menebas hutan, rombongan ini lalu mendirikan tempat tinggal dan sebuah langgar.

Seiring dengan pesatnya perkembangan kawasan tersebut, lambat-laun langgar sederhana itu pun kemudian berubah menjadi masjid. Sultan Syarif Usman (1819-1855 M), sultan ke-3 Kesultanan Pontianak, tercatat sebagai sultan yang pertama kali meletakkan fondasi bangunan masjid sekitar tahun 1821 M/1237 H. Bukti bahwa masjid tersebut dibangun oleh Sultan Syarif Usman dapat dilihat pada inskripsi huruf Arab yang terdapat di atas mimbar masjid yang menerangkan bahwa Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah. Berbagai penyempurnaan bangunan masjid terus dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya hingga menjadi bentuknya seperti yang sekarang ini.
Untuk menghormati jasa Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri, pendiri Kota Pontianak dan sultan pertama Kesultanan Pontianak, masjid yang berada di sebelah barat Istana Kadriah itu pun diberi nama Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman.
B. Keistimewaan
Masjid yang memiliki panjang 33,27 meter dan lebar 27,74 meter ini merupakan masjid tertua dan terbesar di Pontianak. Masjid yang undak (seperti tajug ala arsitektur Jawa) paling atasnya mirip mahkota atau genta besar khas arsitektur Eropa ini menjadi saksi sejarah perubahan demi perubahan yang terjadi di Kota Pontianak dan sekitarnya.
Mayoritas konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian pilihan. Dominasi kayu belian masih dapat dilihat pada pagar, lantai, dinding, menara, dan sebuah bedug besar yang terdapat di serambi masjid. Enam tonggak utama (soko guru) penyangga ruangan masjid yang berdiameter 60 sentimeter juga terbuat dari kayu belian. Konon, tonggak-tonggak tersebut telah berusia lebih dari 170 tahun. Selain enam tonggak utama, terdapat empat belas tiang pembantu yang berfungsi sebagai penyangga ruangan masjid.
Pengaruh arsitektur Eropa terlihat pada pintu dan jendela masjid yang cukup besar, sedangkan pengaruh Timur Tengah terlihat pada mimbarnya yang berbentuk kubah.
Seperti bangunan rumah Melayu pada umumnya, masjid ini juga memiliki kolong di bawah lantainya. Meski persis berada di atas air Sungai Kapuas, masjid ini tidak pernah kebanjiran karena fondasi masjid berjarak sekitar satu setengah meter di atas permukaan tanah.
C. Lokasi
Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman terletak di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid ini hanya berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat Istana Kadriah.



D. Akses
Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman berada di dekat pusat Kota Pontianak. Lokasi masjid dapat dijangkau melalui jalur sungai dan jalur darat. Pengunjung yang memilih jalur sungai dapat mengaksesnya dengan menggunakan sampan atau speed boat dari Pelabuhan Senghie, sedangkan pengunjung yang menggunakan jalur darat dapat naik bus yang melewati jembatan Sungai Kapuas.
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di kawasan Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman terdapat pramuwisata, pendopo tempat istirahat, dan toilet. Di sekitar kawasan tersebut juga terdapat restoran terapung, warung makan, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, sentra oleh-oleh dan cenderamata, serta persewaan sampan dan speed boat untuk mengelilingi kawasan masjid.

WISATA TUGU KHATULISTIWA


Selayang Pandang
Kota Pontianak merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh garis imajiner khatulistiwa. Untuk menandainya, dibangunlah sebuah tugu yang diberi nama Tugu Khatulistiwa (Equator Monument).
Secara historis, pembangunan tugu yang menjadi ikon Kota Pontianak ini telah dimulai pada tahun 1928, bersamaan dengan sebuah ekspedisi internasional yang dipimpin oleh seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan garis imajiner khatulistiwa. Saat itu, bangunannya masih sederhana, yakni berupa sebuah tonggak yang diberi tanda panah penunjuk arah. Pada tahun 1938, arsitek Silaban merenovasi tugu tersebut dan menambahkan sebuah lingkaran di atas tonggaknya. Baru pada tahun 1990, dengan niat untuk melindungi tugunya yang asli, pemerintah daerah setempat berinisiatif membangun sebuah kubah. Kemudian, di atas kubah tersebut dibuat duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari ukuran tugu yang aslinya.
Pada bulan Maret 2005, sebuah tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengkoreksi lokasi titik nol garis khatulistiwa yang sebenarnya. Setelah melalui serangkaian pengkajian yang mendalam, tim dari BPPT menyimpulkan bahwa posisi 0 derajat, 0 menit, dan 0 detiknya ternyata berada sekitar 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari lokasi tugu yang sekarang ini.

B. Keistimewaan
Garis khatulistiwa yang melewati Kota Pontianak merupakan satu-satunya garis khatulistiwa di dunia yang persis membelah bumi secara horizontal menjadi belahan utara dan belahan selatan. Maka, berdiri di titik lintang nol yang terdapat di tugu tersebut tentunya menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi pengunjung.
Uniknya, bangunan tugu ini terbuat dari kayu ulin, bukan dari semen, sebagaimana bangunan tugu atau monumen pada umumnya. Pengunjung diperbolehkan melihat bangunan tugunya yang asli, melihat dokumentasi sejarah pembangunan tugu dari awal berdirinya hingga sekarang ini, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengetahuan dasar tentang ilmu bumi dan astronomi. Di sana juga terdapat sebuah papan informasi yang menunjukkan statistik pengunjung baik domestik maupun mancanegara.
Tugu ini sangat ramai dikunjungi wisatawan pada saat terjadinya fenomena titik kulminasi matahari yang bersiklus dua kali setahun. Siklus yang terjadi pada tanggal 21-23 Maret dinamakan vernal equinox (titik pertemuan pertama) sebagai tanda awal musim semi, sedangkan siklus yang terjadi pada tanggal 21-23 September dinamakan autumnal equinox (titik pertemuan kedua) sebagai tanda awal musim gugur.
Meski hanya sekitar 5-10 menit, melihat langsung benda-benda yang berada di sekitar tugu tersebut tidak memiliki bayangan, tentu saja menimbulkan sensasi tersendiri yang sulit untuk dilukiskan bentuknya. Untuk merayakan dua momen tersebut, biasanya di kawasan tugu digelar berbagai kegiatan, seperti atraksi kesenian tradisional daerah setempat, pameran lukisan, dan lain sebagainya.
Hanya dengan membayar Rp 10.000,- saja, pengunjung akan mendapat sertifikat sebagai bukti bahwa ia pernah mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Pada sertifikat tersebut terdapat foto yang bersangkutan dan tanda tangan Walikota Pontianak.
Pada sore hari, kawasan ini tepat sekali dijadikan sebagai tempat untuk bersantai bersama keluarga atau sekadar untuk melepas penat sehabis bekerja seharian. Pada malam hari, eksotisme kawasan ini kian terasa. Dari lokasi taman, pengunjung dapat menikmati keindahan Sungai Kapuas yang memanjang. Kerlap-kerlip lampu dari daerah seberang Sungai Kapuas menambah daya tarik objek wisata ini.
C. Lokasi
Tugu Khatulistiwa berada di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Siantan, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.



D. Akses
Lokasi Tugu Khatulistiwa berjarak sekitar 5 kilometer di sebelah utara dari pusat Kota Pontianak. Dari Kota Pontianak, pengunjung dapat naik bus atau angkutan kota yang menuju lokasi tugu tersebut.
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar kawasan Tugu Khatulistiwa terdapat berbagai fasilitas, seperti masjid, restoran, rumah makan, warung, toko suvenir, areal parkir yang luas dan aman, serta wisma dan hotel dengan berbagai tipe.

WISATA BAKA BUKIT RAYA

Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi dengan ibukotanya Pontianak , dan mempunyai banyak sekali obyek wisata antara lain Wisata Alam, Wisata Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus, Wisata Kuliner, Wisata Olah Raga, Wisata Belanja , dari sekian banyak Obyek wisata Kalimantan Barat yang sangat terkenal yaitu Wisata Alam Taman Baka Bukit Raya
Taman Baka Bukit Raya
Karya-budaya suku Dayak ,patung-patung kayu leluhur yang terbuat dari kayu belian, kerajinan rotan/bambu/pandan dan upacara adat.
Pendakian, menyelusuri sungai dan pengamatan satwa/tumbuhan, Ke Puncak Bukit Baka Melalui Dusun Nanga Juoi Kecamatan Manukung.
Sungai Senamang, Sepan Apui dan Sungai Ella. Arung jeram, sumber air panas, padang pengembalaan rusa, Air Terjun.
Pengamatan satwa / tumbuhan (bunga raflesia ,macan dahan , orangutan , beruang madu , lutung merah , kukang , rusa sambar , bajing terbang ,musang belang, Burung Kuau kerdil)
Cara pencapaian lokasi: Pontianak -Sintang-Nanga Pinoh (mobil) - Nanga Nuak dengan speedboat – taman nasional (mobil). Atau Palangkaraya-Kasongan (mobil) – Tumbang Samba(speedboat)-Tumbang Hiran - Tumbang Senamang dan Kutuk Sepanggi

WISATA SUNGAI KAPUAS


Selayang Pandang
Sungai Kapuas membentang dari Provinsi Kalimantan Barat Hingga Kalimantan Selatan. Panjangnya mencapai 1.143 km dan merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Di antara kebudayaan-kebudayaan yang ada di sepanjang Sungai Kapuas, aliran sungai ini melewati Kota Pontianak. Meskipun sepenggal namun aliran Sungai Kapuas adalah urat nadi dari Kota Pontianak. Sungai Kapuas Pontianak adalah pusat jalur perdagangan dan transportasi. Sehari-harinya berbagai jenis moda transportasi air tumpah ruah di sungai ini. Kapal motor, perahu-perahu tradisional serta kapal-kapal pengangkut hasil bumi hilir mudik menghiasi sungai. Bagi siapa pun yang pertama kali berkunjung ke Sungai Kapuas Pontianak, pemandangan hilir mudik kapal-kapal tersebut pasti akan membuat decak kagum bahwa ternyata kapal-kapal tersebut mengapung di atas sebuah sungai.
Panjang Sungai ini memang mencolok mata, begitu pun lebarnya. Tercatat rata-rata lebar Sungai Kapuas Pontianak adalah 400-700 meter. Jika dibandingkan dengan jalan di darat, di belahan bumi mana pun tidak ada jalan raya selebar itu. Secara keseluruhan aliran Sungai Kapuas yang dapat dilayari oleh kapal besar seukuran ferry adalah sepanjang 800 km atau hingga ke Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Jarak tersebut hampir sama dengan jarak antara Kota Surabaya-Jakarta.
Sungai Kapuas Pontianak dengan percabangan dua anak sungainya yakni Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak, membelah Kota Pontianak menjadi 3 bagian. Yakni Pontianak Barat dan Selatan, Pontianak Timur, dan Pontianak Utara. Ada dua jembatan yang membentang di atas Sungai Kapuas Pontianak dan anak sungainya. Yang pertama adalah Jembatan Kapuas sepanjang 410 meter dibangun tahun 1983, menghubungkan Pontianak Selatan dengan Timur. Sedangkan Jembatan Landak sepanjang 319 meter menghubungkan Pontianak Timur dengan Utara. Selain pembagian di atas, ada juga pembagian yang lazim dipakai oleh warga. Yang pertama adalah kawasan kota, kawasan yang terdiri dari perkebunan dan sedikit kota serta, yang terakhir adalah kawasan kota lama. Dengan pembagian ini bisa ditunjukkan kilas sejarah dan perkembangan warga di sekitar sungai.
Di kawasan kota, wisatawan dapat melihat hiruk pikuk aktivitas kota versi warga Pontianak. Di wilayah ini juga terdapat bangunan-bangunan baru yang dibangun dengan lebih mempertimbangkan aspek fungsionalnya dibanding keaslian arsitekstur asli Pontianak. Namun sayang, pemanfaatan Sungai Kapuas Pontianak di kawasan ini memudar seiring makin berkembangnya kawasan kontinental. Di kawasan kedua, sisa dari kehidupan Kota Pontianak masih terlihat, namun kawasan ini didominasi oleh perkebunan terutama kelapa sawit. Di sinilah banyak dijumpai kapal-kapal pengangkut hasil perkebunan serta hasil bumi lain seperti kayu, batu bara dan pasir. Sedangkan, kawasan kota lama merupakan propotipe masyarakat tradisonal Sungai Kapuas. Warga di kawasan ini, sebagian besar masih mengandalkan kehidupan ekonominya dengan mencari ikan di sepanjang Sungai Kapuas. Cara dan perlengkapan yang digunakan juga masih tradisonal. Di atas perahu kayu, warga pencari ikan ini bisa mengunduh sekitar 300 jenis ikan yang memang mendiami Sungai Kapuas. Salah satu ikan yang menjadi primadona adalah ikan patin.
Sebagaimana kebudayaan lain di sepanjang Sungai Kapuas, sungai ini juga berperan dalam sejarah berdirinya Kota Pontianak. Pada tahun 1192 H 23 Oktober 1771 (14 Radjab 1185 H), pendiri Kota Pontianak yakni Syarif Abdurrahman Alkadrie pertama kali mendirikan balai dan rumah di persimpangan tiga antara Sungai Kapuas, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak. Balai dan rumah inilah yang menjadi cikal bakal Kasultanan Pontianak. Menurut cerita, pendirian balai dan rumah Syarif Abdurrahman ini dimulai tatkala dia diganggu oleh sejenis hantu kuntilanak. Untuk mengusir gangguan hantu tersebut Syarif Abdurrahman pergi menyusuri Sungai Kapuas Pontianak dan akhirnya melepaskan tembakan meriam. Lokasi dimana peluru meriam jatuh itulah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu meluncur melewati simpang tiga Sungai Kapuas, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak kemudian jatuh di daerah yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung Dalam Bugis Pontianak Timur atau Kota Pontianak. Jejak rekam sejarah seperti itulah yang menjadikan Sungai Kapuas tersimbolisasi dalam lambang Kota Pontianak
B. Keistimewaan
Fungsi ekonomi, sosial dan transportasi yang diakomodasi dengan sangat baik oleh Sungai Kapuas Pontianak, menjadikan sungai ini pusat dari semua aktivitas warga Pontianak. Di pagi hari wisatawan dapat menikmati indahnya landskap langit yang menaungi sungai ini. Kapal-kapal yang sedang berlabuh di sisi sungai bisa menambah indahnya lanskap ini. Kombinasi objek tersebut tentunya cocok jika dibidik lensa kamera dari jarak jauh.


Suasana Pagi di Sungai Kapuas
Sumber Foto: http://khatulistiwa.site50.ne
Mengunjungi Pontianak tanpa menyusuri Sungai Kapuas hampir serupa dengan peribahasa sayur tanpa garam. Dengan menyusuri Sungai Kapuas ini wisatawan bisa melihat keseharian warga sekitar. Kebiasaan mandi di pinggir sungai masih lazim ditemui. Kebiasaan mandi ini sendiri biasanya dilakukan oleh warga sebanyak tiga kali dalam sehari. Beragamnya etnis suku warga yang tinggal di sekitar Sungai juga bisa dinikmati sebagai sajian wisata budaya. Campur baur etnis Melayu, Banjar, Dayak, Tionghoa serta etnis lain, menjadikan Sungai Kapuas Pontianak kaya akan hasil akulturasi budaya. Salah satunya bisa terlihat dari logat berbicara serta masakan-masakan peranakkannya.
Bagi penikmat kuliner, jajaran rumah makan di sisi sungai juga tidak bisa dilewatkan. Beragam menu khas seperti kerupuk basah, ikan tomar bakar serta aneka menu berbahan dasar ikan air tawar sukar dilupakan lidah, mengingat ikan-ikan tersebut di dapat asli dari Sungai Kapuas. Selain itu, di sepanjang Sungai Kapuas. Wisatawan juga bisa menjumpai beragamnya arsitekstur bangunan penduduk. Di antarannya bangunan di kawasan pecinan, arsitekstur peninggalan Kasultanan Pontianak seperti Masjid Jami’, serta Keraton Kadriyah yang letaknya ada di delta sungai di kawasan kota lama.
Shalat Ied di Sungai Kapuas Pontianak
C. Lokasi
Sungai Kapuas Pontianak, terletak di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.
D. Akses
Dari kota Pontianak, wisatawan dapat memulai perjaanan menuju Sungai Kapuas Pontianak melalui Jalan Gajahmada. Setelah itu, wisatawan menggunakan moda angkutan darat berupa oplet (sebutan angkutan umum dalam Bahasa Melayu) jurusan Tanjung Hilir. Trayek angkutan ini bisa dikenali dari cat mobilnya yaitu putih dengan garis hijau tua. Dalam perjalanan ini titik pemberhentian wisatawan adalah Kraton Kadriyan. Ongkos angkutan ini berkisar Rp. 2.000-3.000 (Januari 2008).
E. Harga Tiket
Pengunjung bisa menelusuri wisata Sungai Kapuas Pontianak secara gratis, karena objek ini tidak memungut tarif biaya masuk
F. Akomasi dan Fasilitas Lainnya
Di sepanjang Sungai Kapuas Pontianak, terdapat rumah makan dan restoran khas Pontianak dengan menu-menu ikan yang sebagian besar berasal dari Sungai Kapuas. Persebaran yang sama juga untuk akomodasi berupa penginapan. Bagi wisatawan yang memilih kualifikasi hotel berbintang, di jantung kota Pontianak terdapat beberapa pilihan yang bisa menjadi alternatif. Sementara itu di bagian hulu sungai, toko sovenir serta art shop siap melayani kebutuhan wisatawan akan cinderamata dan kerajinan khas Pontianak.

Biasanya untuk memulai perjalanan menyusuri Sungai Kapuas Pontianak, wisatawan mengawali dengan berkunjung ke Kraton Kadriyah. Setelah sampai di keraton, wisatawan bisa mencoba keahlian tawar-menawar untuk menyewa sampang. Rata-rata sewa sampan dimulai dari Rp 20.000. Besar-kecilnya tarif sewa juga didasarkan pada rute yang akan ditempuh. Bagi wisatawan yang ingin menyusuri sungai dengan membawa makanan, berbagai macam makanan ringan khas Pontianak dapat terlebih dahulu di sekitar keraton dengan harga Rp 500-Rp 5.000. Selain menggunakan moda perahu sampan, disediakan pula moda kapal ferry berkapasitas sekitar 50 orang yang disediakan biro-biro perjalanan wisata. Perjalanan kapal ferry ini dimulai dari Dermaga Kampung Beting yang berlokasi tak seberapa jauh dari Masjid Jami’ dan berlangsung sekitar 2 jam

WISATA PASIR PANJANG

A. Selayang Pandang
Kota Singkawang dikenal sebagai Kota Amoy dan China Town-nya Indonesia, karena mayoritas penduduknya (sekitar 70%) merupakan etnis Tionghoa. Mengunjungi kota yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia ini, tentu belum lengkap bila belum mengunjungi Pantai Pasir Panjang.
Pantai yang menjadi ikon pariwisata Kota Singkawang dan salah satu objek wisata andalan Provinsi Kalimantan Barat ini telah dikembangkan menjadi sebuah paket wisata terpadu bernama Taman Pasir Panjang Indah (TPPI).
Dinamakan dengan Pantai Pasir Panjang karena pantainya membentang panjang melengkungi laut lepas.
B. Keistimewaan
Dari bibir pantai, pengunjung dapat menikmati panorama laut biru berlatar kaki langit yang juga biru. Samar-samar di kejauhan membias hijau Pulau Lemukutan, Pulau Kabung, dan Pulau Randayan yang dipagari perairan Laut Natuna. Hamparan pasir pantainya yang luas dan bersih menjadikan kawasan ini nyaman digunakan untuk berjemur atau melakukan aktivitas olahraga, seperti voli pantai dan sepakbola pantai.
Air lautnya yang jernih dan bersih sangat mendukung aktivitas pengunjung yang ingin berenang atau menyelam. Selain itu, ombaknya relatif besar dan menjadi rumah bagi banyak ikan, sehingga tepat sekali digunakan sebagai arena berselancar dan area memancing.

Suasana kawasan ini kian eksklusif menjelang detik-detik terbenamnya matahari (sunset) di balik pulau-pulau yang terdapat di sekitar kawasan pantai ini. Pengunjung dapat menikmatinya dari pinggir pantai atau dari pondok-pondok wisata yang banyak terdapat di kawasan tersebut.
Bila bosan di pantai, pengunjung dapat melihat-lihat kehidupan masyarakat kampung nelayan yang tidak terlalu jauh dari lokasi pantai, atau bersantai di shelter-shelter yang terdapat di Semenanjung Cinta.
C. Lokasi
Pantai Pasir Panjang terletak di Kecamatan Tujuh Belas, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
D. Akses
Kota Singkawang berjarak sekitar 142 kilometer dari Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dari Bandara Supadio atau Terminal Bus Pontianak, pengunjung dapat naik taksi, travel, atau bus sampai Kota Singkawang. Dari pusat Kota Singkawang, Pantai Pasir Panjang berjarak sekitar 17 kilometer lagi. Pengunjung dapat mengaksesnya dengan menggunakan taksi, bus, atau minibus.
E. Harga Tiket
Pengunjung dipungut biaya sebesar Rp 5.000,- per orang (data Februari 2005).
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di kawasan Pantai Pasir Panjang terdapat pusat informasi pariwisata, diskotik, persewaan speed boat, sepeda air, darmoling, gokart, shelter-shelter, pondok wisata, dan toko suvenir. Pengunjung yang tidak terbiasa berenang di pantai dapat berenang di kolam renang yang tersedia, sedangkan yang tidak suka berenang atau pun berjemur dapat mengelilingi pantai dengan naik banana boat. Pengunjung yang membawa anak-anaknya tetap bisa bersenang-senang karena di kawasan ini tersedia arena bermain anak-anak.
Pengunjung tidak bakalan kesulitan mencari makanan karena di kawasan ini terdapat restoran, kafe, warung makan, dan pedagang asongan. Begitu juga yang ingin menginap, tidak perlu repot membawa tenda atau sleeping bag karena di kawasan ini tersedia wisma dan hotel dengan berbagai tipe.

WISATA MELAYU MAKAM KESULTANAN


Selayang Pandang
Makam Batu Layang adalah kompleks permakaman para sultan Kesultanan Kadriah sejak sultan pertama, Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, hingga sultan terakhir, Sultan Hamid II Alkadrie. Di kompleks permakaman ini, juga dimakamkan para permaisuri dan pangeran Kesultanan Kadriah Pontianak.
Permakaman Batu Layang telah dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808 Masehi). Keberadaan makam ini tidak bisa dilepaskan dari didirikannya Kota Pontianak oleh Syarief Abdurrahman Alkadrie.
Para pengunjung yang akan memasuki makam harus melewati gapura yang dicat dengan warna kuning. Warna kuning ini juga terdapat pada pagar semen yang mengelilingi kompleks permakaman. Setelah melewati gapura dan menunju pintu masuk, pengunjung diwajibkan untuk melepas alas kaki.
Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Kadriah Pontianak, terlihat menjadi sentral dari areal permakaman ini. Makam ini terletak di tengah, lurus dengan jalan ketika para pengunjung akan memasuki kompleks permakaman.
Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie ditempatkan di ruangan tersendiri yang mirip dengan bunker kecil sehingga para pengunjung yang akan memasuki makam tersebut harus menundukkan kepala. Pembuatan tempat semacam ini lebih bermakna simbolis, yaitu dengan maksud agar para pengunjung yang akan masuk menundukkan kepala sebagai wujud penghormatan kepada sang pendiri Kesultanan Kadriah Pontianak.

Makam para sultan di sini kebanyakan mempunyai warna nisan yang sama, yaitu berwarna emas. Selain itu, nisan-nisan di permakaman ini juga ditulisi huruf Arab yang melambangkan bahwa Kesultanan Kadriah Pontianak memang bernafaskan Islam. Hal ini sesuai dengan sejarah pendirian Kesultanan Kadriah Pontianak oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang merupakan seorang ulama dari daerah yang bernama Hadramaut, Yaman Selatan.
Makam para sultan
Perpaduan warna kuning (emas) yang melambangkan warna khas Melayu dipadu dengan tulisan Arab yang bernuansa Islam menunjukkan bahwa Kesultanan Kadriah Pontianak dibangun berdasarkan percampuran budaya, setidaknya didominasi oleh dua kebudayaan, yaitu Arab dan Melayu. Cerminan perpaduan kebudayaan ini bahkan terbawa pada bentuk nisan dan makam yang ada di Batu Layang ini.
Di luar kompleks permakaman, tampak gundukan batu yang dicat dengan warna hijau. Gundukan inilah yang disebut sebagai Batu Layang. Di dekat Batu Layang, terdapat sebuah meriam yang dicat dengan warna kuning Inilah yang disebut Batu Layang.
Makam Batu Layang biasa ramai dikunjungi menjelang atau pada saat hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Maulid Nabi Muhammad SAW, dan lain-lain.
B. Keistimewaan
Makam Batu Layang adalah tempat permakaman bagi para sultan di Kesultanan Kadriah Pontianak. Tempat ini menyimpan bukti sejarah tentang kebesaran Kesultanan Kadriah dan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak. Arsitektur bangunan (nisan) yang merupakan perpaduan budaya Islam dan Melayu jelas terlihat di makam ini.
C. Lokasi
Makam para sultan di Kesultanan Kadriah Pontianak terletak di daerah yang bernama Batu Layang, kira-kira berjarak 15 kilometer dari muara Sungai Kapuas atau 2 kilometer dari Tugu Khatulistiwa di Batu Layang, Pontianak.
D. Harga Tiket
Pengunjung yang akan berziarah ke Makam Batu Layang tidak dipungut biaya masuk.
E. Akses
Makam Batu Layang bisa dicapai dengan menggunakan mobil sekitar 15 menit dari Tugu Khatulistiwa. Bisa pula ditempuh dengan menggunakan transportasi air berupa sampan dari Pelabuhan Kota Pontianak dengan tarif Rp 10.000,00 sekali jalan.


F. Fasilitas dan Akomodasi Lainnya
Di luar kompleks permakaman, terdapat surau yang bisa digunakan untuk sholat sekaligus mendoakan arwah para sultan dan keluarga sultan yang telah dimakamkan di Makam Batu Layang. Selain surau, di sekitar makam juga terdapat warung-warung kecil yang menyediakan berbagai makanan dan minuman untuk melayani para pengunjung yang ingin makan dan minum.

WISATA SEJARAH MAKAM KERAJAAN LANDAK

Selayang Pandang
Kompleks Istana Kerajaan Landak yang terletak di Kota Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, memiliki tiga elemen utama, yakni Istana Ismahayana Landak, masjid Djami‘ Keraton Landak, serta makam para sultan Kerajaan Landak dan kerabatnya. Dirasa tak lengkap, bila wisatawan tidak mampir berziarah ke makam raja-raja Landak ketika berkunjung ke kompleks Keraton Landak. Makam para sultan dan para kerabatnya terletak di sebelah barat Masjid Djami‘ Keraton Landak.
Latar sejarah Kerajaan Landak yang pernah berpindah tempat sebanyak tiga kali, membuat lokasi makam ketiga puluh delapan raja kesultanan ini berbeda-beda. Selain di Kota Ngabang, di Ayu Mungguk juga terdapat makam Sultan Raden Abdulkahar atau Raden Ismahayana (1472—1542 M). Makam raja Landak yang pertama kali menganut ajaran Islam tersebut berada di atas bukit dan terletak sekitar 7 km dari Kota Ngabang. Saat ini, makam Raden Ismahayana masih terawat dengan baik, meski diperkirakan telah berusia lebih dari 400 tahun. Sementara itu, makam raja lainnya terletak di daerah Bandong, sebuah kota berjarak kurang lebih 24 km dari Kota Ngabang.
Secara umum, kondisi makam para raja Landak di Ngabang yang telah berusia lebih dari 250 tahun sejak Raden Anom Jaya Kusuma (wakil raja yang memboyong putra mahkota, Raden Nata Muda Pangeran Sanca Nata Kusuma [raja Landak ke-16] hijrah ke Ngabang dari ibu kota lama, Bandong, pada tahun 1768) mangkat pada akhir abad ke-18 ini kurang terawat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya rumput liar yang tumbuh subur di sekitar makam. Sama halnya dengan papan-papan nama tiap nisan yang mulai kabur akibat terik matahari dan guyuran air hujan. Kendati demikian, makam ini tetap merupakan sebuah situs sejarah Keraton Landak yang pantas dirawat dan dilestarikan agar dapat dikunjungi wisatawan maupun para peziarah. Lestarinya makam ini tidak hanya akan bermanfaat bagi pariwisata daerah Landak, melainkan juga berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bidang sejarah dan arkeologi.
B. Keistimewaan
Tidak hanya sebatas nilai-nilai sejarah saja yang dapat diperoleh ketika Anda mengunjungi situs makam raja-raja Kesultanan Landak ini. Melainkan, di makam seluas ± 700 m² ini, Anda akan menangkap suasana atau atmosfer yang tenang, hening, agar kemudian dapat secara khusyuk merenungkan bagaimana perjuangan mereka sebagai pemimpin masyarakat Landak ketika melawan kebengisan penjajah Belanda dan kekejaman tentara Jepang.
Makam ini khas, dengan bentuk tiap nisan yang menandakan perbedaan antara makam laki-laki dan perempuan. Nisan berbentuk bulat untuk laki-laki, sedangkan makam perempuan bernisan pipih. Beberapa nisan terbuat dari kayu belian dan sebagian yang lain dari batu. Nisan raja berwarna kuning keemasan, sementara untuk kerabat keraton bukan raja berwarna biru muda dan sebagian berwarna putih.
Oleh sebagian orang, kompleks pemakaman raja Landak ini dianggap keramat dan bertuah. Bagi yang meyakininya, makam ini dianggap sebagai tempat mustajab untuk berdoa dan dapat mendatangkan berkah.
C. Lokasi
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kompleks Keraton Landak, makam raja-raja Landak dan para kerabatnya ini terletak ± 120 m² di sebelah barat Masjid Djami` Keraton Landak. Atau, berada di Jalan Pangeran Sancanata Kusuma, kompleks Istana Kesultanan Landak, Desa Pedalaman, Kota Ngabang, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
D. Akses
Dari terminal bus ibu kota Kabupaten Landak, Ngabang, wisatawan dapat naik ojek yang mangkal di sekitar terminal dengan ongkos berkisar Rp 6.000 (September 2008) untuk menuju ke kompleks Keraton Landak.
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya ketika berziarah ke Makam Raja-raja Landak ini.


F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Bagi Anda yang menyempatkan berziarah ke makam raja Landak di Ngabang akan didampingi oleh seorang pemandu wisata sebagai rangkaian kunjungan ke Istana Ismahayana Landak. Dari pemandu ini, Anda akan memperoleh pelbagai kisah tentang kompleks makam raja-raja dan beberapa kerabatnya ini karena sang pemandu masih keluarga keraton.
Selain itu, juga tersedia kamar kecil dan masjid sebagai fasilitas wisatawan. Bila ingin mencari rumah makan dan penginapan, maka kunjungilah pusat Kota Ngabang yang berjarak ± 2 km dari Makam Raja-raja Landak ini. Di pusat kota, berbagai fasilitas yang memadai bagi wisatawan dapat dengan mudah ditemukan